Sumber: Daffa Muhammad Fadel Wibowo |
Masjid Raya Ganting, terletak di kelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Sumatra Barat, Indonesia. Lokasi masjid ini pada awalnya berada di tepi batang (sungai) Harau di kaki Gunung Padang yang berjarak empat kilometer dari lokasi saat ini. Saat itu, bangunan masjid di lokasi lama dihancukan Belanda pada 1790 karena mau membuat jalan menuju pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur). Itulah yang menjadi alasan kepindahan masjid ini ke lokasi yang sekarang.
Masjid Raya Ganting, adalah juga sebuah monumen dari kota
tua yang nyaris tenggelam oleh hiruk-pikuknya kota modern yang dibangun secara
serampangan. Masjid ini, menurut tutur tetua Ganting, dibangun awal tahun 1815
dan baru benar-benar selesai setelah 100 tahun kemudian. Masjid ini, ketika
itu, merupakan sebuah kebanggaan umat Islam Padang. Menurut ahli hisab, (alm)
Nurmal Nur, teramat banyak masjid baru di Padang yang salah arah kiblatnya.
Namun tidak Masjid Raya Ganting.
Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh tiga orang tokoh
Kampung Gantiang dari suku Chaniago yang bernama Angku Gapuak seorang saudagar,
Angku Syeikh H.Uma yang merupakan kepala kampung Ganting dan Angku Syeikh
Kapalo Koto seorang ulama. Selanjutnya, ketiga tokoh tersebut itu menghubungi
para saudagar untuk meminta bantuan dana. Dengan maksud yang sama, mereka juga
menghubungi teman-teman mereka di Sibolga, Medan dan Aceh serta melibatkan
unsur ulama di Minagkabau. Dengan perjuangan panjang dan didorong oelh semangat
masyarakat, maka berdirilah masjid yang diidam-idamkan.
Perpaduan arsitektur dari berbagai etnis terlihat jelas di
masjid ini, seperti Eropa, Cina, Timur Tengah dan Minangkabau. Masjid ini
memiliki bentuk atap dengan lima susunan yang berundak-undak dengan puncak
kubah berhiaskan mustaka. Terdapat celah untuk pencahayaan di setiap susunan
atapnya. Tingkat pertama berbentuk persegi, sedangkan tingkat dua hingga empat
berbentuk persegi delapan.
Masjid yang pembangunannya melibatkan beragam bangsa ini
menjadi pusat pergerakan reformasi Islam di daerah tersebut pada abad ke-19,
Masjid ini termasuk bangunan yang tetap utuh setelah gelombang tsunami
menerjang kota Padang dan sekitarnya akibat gempa bumi tahun 1833, walaupun
mengalami kerusakan cukup berarti akibat gempa tahun 2005 dan 2009.
Pasca gempa 30 September 2009 , Masjid tertua di Kota
Padang tersebut rusak parah dan dinyatakan tidak layak pakai. Sejak Februari
2010, Masjid ini direnovasi atas bantuan dari Bank Mandiri dengan total biaya
Rp1,3 miliar. (fad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar