Rabu, 14 Agustus 2019

Masjid Raya Ganting, Simbol Agung Kota Padang

Sumber: Daffa Muhammad Fadel Wibowo











Masjid Raya Ganting, terletak di kelurahan Ganting, Kecamatan Padang Timur, Sumatra Barat, Indonesia. Lokasi masjid ini pada awalnya berada di tepi batang (sungai) Harau di kaki Gunung Padang yang berjarak empat kilometer dari lokasi saat ini. Saat itu, bangunan masjid di lokasi lama dihancukan Belanda pada 1790 karena mau membuat jalan menuju pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur). Itulah yang menjadi alasan kepindahan masjid ini ke lokasi yang sekarang.


Masjid Raya Ganting, adalah juga sebuah monumen dari kota tua yang nyaris tenggelam oleh hiruk-pikuknya kota modern yang dibangun secara serampangan. Masjid ini, menurut tutur tetua Ganting, dibangun awal tahun 1815 dan baru benar-benar selesai setelah 100 tahun kemudian. Masjid ini, ketika itu, merupakan sebuah kebanggaan umat Islam Padang. Menurut ahli hisab, (alm) Nurmal Nur, teramat banyak masjid baru di Padang yang salah arah kiblatnya. Namun tidak Masjid Raya Ganting.

Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh tiga orang tokoh Kampung Gantiang dari suku Chaniago yang bernama Angku Gapuak seorang saudagar, Angku Syeikh H.Uma yang merupakan kepala kampung Ganting dan Angku Syeikh Kapalo Koto seorang ulama. Selanjutnya, ketiga tokoh tersebut itu menghubungi para saudagar untuk meminta bantuan dana. Dengan maksud yang sama, mereka juga menghubungi teman-teman mereka di Sibolga, Medan dan Aceh serta melibatkan unsur ulama di Minagkabau. Dengan perjuangan panjang dan didorong oelh semangat masyarakat, maka berdirilah masjid yang diidam-idamkan.


Perpaduan arsitektur dari berbagai etnis terlihat jelas di masjid ini, seperti Eropa, Cina, Timur Tengah dan Minangkabau. Masjid ini memiliki bentuk atap dengan lima susunan yang berundak-undak dengan puncak kubah berhiaskan mustaka. Terdapat celah untuk pencahayaan di setiap susunan atapnya. Tingkat pertama berbentuk persegi, sedangkan tingkat dua hingga empat berbentuk persegi delapan.

Masjid yang pembangunannya melibatkan beragam bangsa ini menjadi pusat pergerakan reformasi Islam di daerah tersebut pada abad ke-19, Masjid ini termasuk bangunan yang tetap utuh setelah gelombang tsunami menerjang kota Padang dan sekitarnya akibat gempa bumi tahun 1833, walaupun mengalami kerusakan cukup berarti akibat gempa tahun 2005 dan 2009.

Pasca gempa 30 September 2009 ,  Masjid tertua di Kota Padang tersebut rusak parah dan dinyatakan tidak layak pakai. Sejak Februari 2010, Masjid ini direnovasi atas bantuan dari Bank Mandiri dengan total biaya Rp1,3 miliar. (fad)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AINA, Randang Kinari Nan Lamak yang Go International

Sumber: Andika Martha, Mahasiswa Ilmu Sejarah, Universitas Andalas. Randang  tidak asing lagi oleh masyarakat yang tinggal di daerah...